-
Saat Hati Meradang
Share
Hepatologi
Saat Hati Meradang
Kegembiraan menyelimuti hati Kong Tjong Ha. Perempuan berusia kepala empat ini merasa telah terbebas dari penyakit yang mematikan. Virus hepatitis B yang menyerang lever di dalam tubuhnya selama beberapa tahun terakhir ini akhirnya lenyap. Kesembuhan ini diperoleh setelah ia rutin menjalani pengobatan.
Karyawati bagian keuangan sebuah perusahaan di Grogol, Jakarta, ini tidak tahu kapan pertama kali terinfeksi virus itu. Yang jelas, pada Juli 2005 silam, gejala penyakit itu mulai muncul. Saat itu, ia merasa cepat letih, lemas, dan sering mengantuk. "Semula saya mengira ini karena tekanan darah turun atau kena mag," tutur Kong Tjong Ha.
Setelah menjalani pemeriksaan laboratorium, ia divonis menderita hepatitis B. Oleh dokter, ia dianjurkan istirahat total selama satu hingga dua pekan. Namun, karena tidak betah berdiam diri di rumah dalam waktu lama, ia memaksakan diri tetap bekerja. Hasilnya, kondisi kesehatannya memburuk.
"Waktu sakit, saya panas tinggi, kepala terasa berat, susah bernapas. Naik tangga saja susah. Saya sempat mengira mau mati," tuturnya. Bobot tubuhnya pun turun drastis, dari 85 kilogram jadi tinggal 61 kg. Hal ini membuat kegiatan sehari-hari terganggu, termasuk aktivitas kerja di kantor yang membutuhkan konsentrasi tinggi.
Ia akhirnya berobat ke Klinik Hati di Cideng, Jakarta. Tiap hari ia harus mengonsumsi obat. Ia juga periksa darah untuk memantau perkembangan penyakitnya secara berkala.
Setelah terapi selama beberapa tahun, kondisi kesehatannya kembali pulih. Kendati demikian, ia tetap tidak boleh mengonsumsi makanan berlemak, harus memperbanyak makan sayuran yang direbus atau dikukus. "Saya juga minum temulawak," ungkap Kong Tjong Ha.
Mudah menular
Hepatitis B termasuk "pembunuh diam-diam". Banyak orang tak tahu dirinya terinfeksi sehingga terlambat ditangani dan terinfeksi seumur hidup. Disebut "pembunuh diam-diam" sebab infeksi kronis ini bisa menunjukkan gejala, bisa juga tidak. Pengidap atau pembawa virus itu bisa menularkan penyakit hepatitis B.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus hepatitis B kronis diperkirakan menyerang sekitar 350 juta orang di dunia, terutama di Asia Tenggara dan Afrika, dan menyebabkan kematian sekitar 1,2 juta orang per tahun. Dari jumlah itu, 15-25 persen yang terinfeksi kronis meninggal karena komplikasi dari penyakit lever, seperti sirosis dan kanker hati.
Sejumlah negara di Asia seperti China dan India memiliki angka kasus hepatitis B sangat tinggi. Sedangkan di Indonesia, prevalensinya mencapai 5-10 persen dari total jumlah penduduk atau sekitar 13,3 juta penderita.
Di kota-kota besar, seperti Jakarta, prevalensinya mencapai 8-10 persen. Penyakit ini 50-100 kali lebih menular daripada HIV. Di daerah endemis, banyak orang terinfeksi ketika masih kecil karena tertular dari ibu saat persalinan.
Hepatitis B adalah infeksi hati oleh virus hepatitis B. Pada banyak orang, infeksi bisa menjadi kronis, menyebabkan kegagalan hati, kanker hati atau sirosis, kondisi yang menyebabkan gangguan hati secara permanen. Kebanyakan kasus hepatitis B bisa sembuh dalam waktu enam bulan, tetapi sekitar 10 persen infeksi hepatitis B bisa berkembang hingga infeksi kronis.
Padahal, infeksi kronis pada hati menyebabkan terjadinya pembentukan jaringan ikat pada hati disertai perubahan pada susunan lobulus hati sehingga hati berbenjol-benjol. Fungsi hati terganggu dan timbul berbagai komplikasi, seperti penimbunan air di rongga perut (asites), gangguan pembekuan darah (koagulopati), peningkatan tekanan di pembuluh darah, serta gangguan fungsi otak.
Dalam situs www.mayoclinic.com disebutkan, hati memiliki banyak fungsi, termasuk proses penyaringan nutrisi dari dalam tubuh, obat, alkohol, dan penyakit lain dari aliran tubuh. Hati memproduksi kolesterol dan protein penting lain. Selain itu, hati memiliki kemampuan luar biasa untuk regenerasi sehingga dapat memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Karena itu, penyakit hati seperti hepatitis B bisa mengancam jiwa penderitanya.
Hepatitis B akut perlu waktu satu sampai enam bulan sejak terinfeksi sampai penyakit bermanifestasi. Sementara hepatitis B kronis perlu waktu lebih dari enam bulan sampai penyakit bermanifestasi.
Jika kena hepatitis B akut, sistem kekebalan tubuh dapat membersihkan virus dari dalam tubuh sehingga penderitanya bisa sembuh total dalam beberapa bulan. Ketika sistem kekebalan tubuh tidak dapat melawan virus, maka infeksi hepatitis B jadi lebih lama dan menjadi penyakit yang serius seperti sirosis dan kanker hati.
Mayoritas orang dewasa yang terserang virus ini, termasuk penderita hepatitis B akut, bisa sembuh total. Namun, makin dini infeksi terjadi, risiko jadi kronis kian besar. Lebih dari 90 persen bayi baru lahir yang terinfeksi hepatitis B berlanjut jadi kronis. Persentase makin turun dengan bertambahnya usia. Pada anak, risiko 50 persen, sedangkan pada orang dewasa kurang dari lima persen. Infeksi kronis tidak terdeteksi sampai penderitanya sakit serius.
Tanpa gejala
Gejala awal penyakit ini antara lain mual, muntah, kehilangan nafsu makan, letih, lesu, serta nyeri otot dan sendi, sakit perut, terutama di sekitar hati. Kemudian diikuti warna kekuningan pada tubuh, bagian putih pada mata, air seni berwarna gelap, dan sebaliknya tinja berwarna pucat.
Infeksi penyakit ini bisa diawali dengan gejala, bisa juga tidak. Deteksi hepatitis B baru bisa jelas lewat pemeriksaan darah dan biopsi. Virus penyebabnya dapat merusak sel-sel hati. Dalam jangka panjang, penderitanya bisa terkena sirosis (penciutan dan pengerasan) serta kanker hati. Sekitar satu persen penderita meninggal pada tahap awal akibat kerusakan hati.
Hepatitis B bisa merusak hati dan menularkan kepada orang lain meski tanpa disertai gejala. Kerusakan yang ditimbulkan virus hepatitis B kebanyakan akibat respons tubuh terhadap infeksi. Respons kekebalan tubuh terhadap sel hati yang terinfeksi justru merusak sel dan menyebabkan radang hati. Hal ini mengakibatkan enzim hati bocor dan masuk aliran darah. Virus juga menghambat kemampuan hati untuk memproduksi faktor pembeku prothrombin.
Virus hepatitis B ditularkan lewat darah, air seni, tinja, dan sekresi usus, air liur, sekresi alat kelamin pria dan wanita, air susu ibu, dan cairan tubuh lain. Jalur penularan bisa lewat kulit yang terluka, selaput lendir (oral dan seksual), hubungan seksual tidak aman dengan orang yang terinfeksi, transfusi darah, berbagi jarum suntik pada pengguna obat atau narkoba suntikan, tato atau akupunktur dengan jarum yang terkontaminasi.
"Perkembangan penyakit juga dipengaruhi adanya riwayat hepatitis B kronis di dalam keluarga, pemakaian alkohol berlebihan, dan perlemakan hati," kata Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) Laurentius A Lesmana.
Risiko terkena penyakit ini meningkat jika kontak seksual tidak aman dengan pengidap hepatitis B, menderita penyakit menular seksual, berbagi jarum suntik pada pengguna narkoba suntikan, memiliki pekerjaan yang terpapar darah manusia, menerima transfusi darah yang terinfeksi hepatitis B, cuci darah, dan bepergian ke daerah dengan tingkat infeksi HBV tinggi. Bayi baru lahir juga berisiko terinfeksi dari ibu yang mengidap hepatitis B lewat persalinan.
"Hepatitis B sebenarnya tidak mengerikan jika tahu cara pencegahannya," ujar ahli penyakit hati Prof dr Ali Sulaiman (Kompas, 11 Oktober 2000).
Cara paling jitu mencegah hepatitis B adalah vaksinasi hepatitis B. Pencegahan juga bisa dilakukan dengan meningkatkan kesehatan lingkungan dan kebersihan perorangan, mencegah perilaku seksual berisiko tinggi, dan penapisan darah donor.
Sejauh ini, ada beberapa jenis obat lini pertama untuk mengobati infeksi hepatitis B kronis, yakni interferon, lamivudine, adefovir dipivoxil, dan entecavir. Jika bisa terdeteksi sejak awal, maka harapan untuk sembuh bagi penderitanya pun kian besar.
Sumber: Kompas
Penulis: Evy Rachmawati
0 komentar: